Lebih 1 Abad Usia Panti Asuhan Muhammadiyah, Saatnya Garap Segmen Keluarga dan Komunitas

MOZAIKMU – Jejak pelayanan sosial melalui Panti Asuhan Muhammadiyah ternyata telah berumur lebih dari 1 abad. Kini dengan pengelolaan lebih dari seribu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), sudah saatnya Muhammadiyah meluas-jangkaukan dakwahnya untuk menyentuh segmen yang lebih luas, utamanya keluarga dan komunitas.
Ruang dakwah pelayanan sosial ini dinilai terlalu sempit jika hanya terfokus mengurusi Panti Asuhan Muhammadiyah. Sementara banyak segmen lain yang bisa dijangkau melalui bidang pelayanan kesejahteraan sosial ini.
Hal ini menjadi salah satu bahasan pokok Ketua Majlis Pelayanan Kesejahteraan Sosial (MPKS) PP Muhammadiyah, Dr. Mariman Darto, M.Si. saat mengisi Pengajian Pimpinan dan Penyerahan Sertifikat Pelatihan Pemulasaran Jenazah yang digelar MPKS Bersama MTDK PDM Kota Pekalongan di Kampus 2 FEB UMPP Kota Pekalongan, Sabtu 1 Februari 2025.
Dr. Mariman yang juga menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Talenta Kemendikdasmen ini menyatakan, ruang dakwah menjadi stagnan kalau hanya mengurusi panti asuhan Muhammadyah. Hal itu karena jangkauan dakwah dari panti asuhan ini terbatas.
Ia bahkan menyebut soalan ini telah lama menjadi perhatian Muhammadiyah. Karena itu, sesuai hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Solo, ada pergeseran gerakan dakwh Muhammadiyah dari yang sebelumnya bercorak institusionalisasi kepada dakwah yang muai menyasar segmen keluarga dan komunitas.
“Sebab pengasuhan terbaik bagi anak yatim dan miskin adalah keluarga. Untuk itulah, Pusat Asuhan Keluarga Muhammadiyah (PAKM) didirikan MPKS bersama Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR),” kata Dr. Mariman.
I BACA JUGA: Sukses Pelatihan Pemulasaran Jenazah MPKS-MPS Kota Pekalongan, 35 Peserta Dilatih hingga Magang di RSI Pekajangan
Pelayanan Sosial di Luar Panti Asuhan Muhammadiyah

Menurun Mariman, Pusat Asuhan Keluarga Muhammadiyah ini akan lebih fleksibel dan luas jangkauan pelayanannya dibanding model pelembagaan ala panti asuhan Muhammadiyah. Terlebih, jumlah anak yatim di Indonesia mengacu data BPS tahun 2022 mencapai 4,02 juta jiwa.
“Mirisnya, dari jumlah tersebut baru sekitar 45.000 yatim atau 1,12 persen yang mendapatkan pengasuhan dengan layak. Sementara 98,8 persen atau lebih dari 3,9 juta justru masih diasuh oleh keluarga miskin,” jelas dia.
Permasalahan tersebut menurut Dr. Mariman akan mempersulit upaya memutus mata rantai kemiskinan. Karena itu, Muhammadiyah harus mengambil peran yang lebih luas untuk menjangkau mereka, salah satunya ke depan melalui optimalisasi peran Pusat Asuhan Keluarga Muhammadiyah.
Upaya tersebut juga relevan di tengah tingginya gejala komersialisasi anak yatim yang mengundang banyak keprihatinan. Jika Muhammadiyah tak melakukan upaya pembebasan, maka kita semua terkena dosa jamaahnya, tandas Mariman.
Kecuali itu, pergeseran dakwah Muhammadiyah ke keluarga dan komunitas ini juga bisa meluas-jangkaukan gerak Muhammadiyah untuk mengurusi kelompok rentan dan marginal lainnya, dari mulai wanita pekerja seks (WPS), kelompok waria, lansia, anak punk, penyandang disabilitas dan komunitas lainnya. Gerak dakwah karenanya menjadi lebih luas dan luwes.

Pengajian pimpinan bertema “Peran Sosial Muhammadiyah melalui MPKS dalam Memberikan Kemakmuran untuk Semua” ini dihadiri unsur Pleno PDM Kota Pekalongan beserta jajaran UPP PDM, PCM se Kota Pekalongan, serta Ortom Daerah.
Sementara itu, mewakili PDM Kota Pekalongan, Ustadz Supriyanto menyatakan bahwa sejak awal dakwah Muhammadiyah mencakup banyak bidang, baik keagamaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, hingga ekonomi. Bahkan teologi Al-Maun yang diperkenalkan sejak periode awal Muhammadiyah oleh Kiai AHmad Dahlan menegaskan perlunya Muhammadiyah mengambil peran dakwah di bidang sosial ini.
“Tapi bidang-bidang ini tidak terpisah, tidak boleh dikotomis. Jadi kalau Muhammadiyah adalah gerakan dakwah, maka bidang apapun yang digelutinya harus ada muatan dan misi dakwahnya. Jadi mengurus sekolah, rumah sakit, dan lainnya, itu juga bagian dari dakwah Muhammadiyah,” tandas Supriyanto.
Menariknya, lanjut Ustadz Supriyanto, berbagai pilar yang dibangun Muhammadiyah itu justru bertolak dari pemahaman atas agama. Seperti halnya Surah Al-Maun yang melahirkan Panti Asuhan Muhammadiyah.
“Dan Panti Asuhan Muhammadiyah ini adalah salah satu warisan penting yang dibangun Muhammadiyah sebelum Indonesia lahir. Jadi peran panti asuhan ini tetap harus dijaga, meski dakwah pelayanan sosial lainnya juga perlu menjangkau segmen yang lebih luas,” jelas Ustadz Supriyanto. (sef)