Tak BerkategoriOpini

Merancang Ibadah Kurban Berkelanjutan: Sebuah Refleksi Iduladha 1446 H

Oleh: M. Nur Hidayat*

HIRUK pikuk Hari Raya Iduladha 1446 H berikut pelaksanaan ibadah kurban baru saja berlalu dengan segala dinamikanya. Apakah harus berlalu begitu saja, perlukah evaluasi atau bahkan resolusi untuk penyelenggaraan tahun depan yang lebih baik, hingga muncul ide tak mainstream: merancang ibadah kurban berkelanjutan. Tujuannya sederhana, meningkatkan kemampuan berkurban, mendampak lebih luas, dan mengorkestrasi syiar kurban warga Muhammadiyah.

Merancang ibadah kurban berkelanjutan, pikiran ini mungkin tak karib dengan bagaimana praktik keagamaan kita selama ini. Namun balik lagi ke pertanyaan: memang ibadah tidak boleh dikelola sedemikian rupa? Tentu sah-sah saja kan, yang penting niatnya tetap tegak lurus: limardhatillah!

Nah, mumpung momentumnya masih bulan Zulhijah, kenapa tidak untuk mengambil pelajaran dari pelaksanaan ibadah haji. Kalau Anda seseorang yang tajir melintir plus waras lahir batin, tentu kualifikasi istithaah (mampu) tidaklah menjadi kendala. Tetapi bagaimana dengan mereka yang secara ekonomi biasa-biasa saja, tapi punya keinginan kuat untuk berhaji?

Melihat daftar tunggu haji sudah bikin stres, tapi kalau disuruh setor awal untuk biaya haji 30 juta misalnya, itu juga menambah pusing. Dari mana uangnya?!

Okelah, haji mungkin terlalu tinggi standarnya. Masih ada permakluman jika tak menunaikannya. Tapi bagaimana dengan ibadah kurban, yang kebutuhan biayanya tidak terlalu besar, mosok gak mampu juga?

Tidak sesederhana itu, Fergusso! Tidak sedikit warga muslim, bahkan warga Muhammadiyah, yang memang gajinya mungkin pas-pasan, jadi jarang punya dana saving yang bisa dipakai sewaktu-waktu. Maka mungkin saja begitu masuk bulan Zulqadah mereka belum bisa membayangkan ada alokasi dana untuk membeli hewan kurban.

Ibadah Kurban Berkelanjutan: Membaca Data!

Ibadah Kurban Berkelanjutan
Rekapitulasi data realisasi penyembelihan kurban warga Muhammadiyah Kota Pekalongan. Sebagai upaya peningkatan, ke depan perlu diinisiasi program ibadah kurban berkelanjutan.

Pertanyaannya, bisakah permasalahan tersebut di atas kita bantu atasi bersama-sama? Sebagai organisasi Islam modern dengan karakter berkemajuan, mampukah Muhammadiyah membantu mencarikan solusi atas masalah ibadah kurban ini? Atau lebih jauh lagi, adakah kemungkinan merancang ibadah kurban berkelanjutan bagi warga Muhammadiyah di Kota Pekalongan?

Idealnya, permasalahan ini memang sedikit menyita perhatian kita. Terlebih, terlepas dari apapaun kondisi ekonominya, toh warga Muhammadiyah dikenal ringan tangan, nyah-nyoh dalam urusan berinfak dan berwakaf.

Setiap tahun, aktivitas penyelenggaraan ibadah kurban di kantong-kantong Muhammadiyah didata, sehingga bisa terlihat jelas jumlah dan persebarannya di masing-masing masjid/ranting, PCM, atau bahkan AUM Pendidikan.

Iduladha tahun ini misalnya, ada 29 lokasi yang menyelenggarakan penyembelihan kurban dengan total hewan kurban ada 99 ekor sapi dan 117 ekor kambing. Dari tabel rekapitulasi yang di-share PDM sejumlah WAG Persyarikatan, kita juga bisa tahu kantong mana yang tahun ini tidak bisa melaksanakan ibadah kurban.

Data ini semestainya tidak berhenti hanya sebatas informasi. Kalau data memang dianggap penting, maka sudah saatnya data ini dibaca bersama, dievaluasi, dan yang lebih penting ditindak lanjuti.

Bagi masjid, ranting atau AUM yang tahun ini tidak bisa berkurban karena ada kendala keuangan misalnya, bisa dibantu mencarikan solusinya bersama-sama. Seperti disinggung di atas, kondisi ini juga berlaku untuk perorangan warga Muhammadiyah, yang selama ini mungkin masih kesulitan menunaikan ibadah kurban.

Optimalisasi Sumber Daya

Apa yang ingin dicapai dari “Merancang Ibadah Kurban Berkelanjutan”? Yang pertama, meningkatkan kemampuan berkurban bagi warga Persyarikatan. Kedua, karena ibadah kurban juga punya dimensi sosial yang tinggi, maka perlu memperluas dampak kemanfaatannya. Dan yang terakhir, adalah bagaimana orkestrasi syiarnya agar lebih menggema dan syukur-syukur bisa menginspirasi yang lainnya. Tetapi ketiga misi ini pada akhirnya menegaskan satu hal, bahwa ibadah pun perlu dikelola dan dipersiapkan sebaik mungkin, agar hasilnya lebih optimal.

Kalau kepentingannya adalah syiar, mungkin perlu dipikirkan kemungkinan untuk menyelenggarakan kurban kolektif warga Muhammadiyah se Kota Pekalongan. Pelaksanaannya terpusat di satu tempat. Dibuar kepanitiaan bersama yang akan mengelola dan mempersiapkan penyembelihan kurban ini sejak jauh-jauh hari. Dari sudut pandang pemberitaan media, tentu ini akan jauh punya nilai berita.

Tetapi itu bisa menjadi rencana jangka panjang. Yang lebih dekat dan perlu kita rancang bersama secara kelembagaan adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berkurban bagi warga Muhammadiyah. Karena kita meyakini banyak warga kita yang mungkin sebetulnya ingin sekali berkuban di setiap Iduladha, tetapi terkendala kondisi keuangan yang tak memungkinkan.

Muhammadiyah juga tidak mungkin memaksa warganya untuk berkurban, terlebih jumhur ulama maupun tarjih Muhammadiyah menggolongkannya sebagai sunnah muakkadah. Maka solusi yang bisa diupayakan adalah membantu memfasilitasi wargamu agar bisa berkurban. Tetapi kembali lagi ke pertanyaan, dari mana uangnya?

Pertanyaan ini relevan, terlebih kultur warga Muhammadiyah konon tidak gemar meminta-minta. Maka yang perlu dilakukan adalah mendorong warga untuk merancang sendiri ibadah kurbannya. Skemanya adalah dengan menabung.

Kalau sudah bicara menabung, maka inilah waktunya bagi AUM keuangan untuk turun tangan: Baitut Tamwil Muhammadiyah alias BTM. Unsur Pimpinan yang mesosialisasi dan mengedukasi ke wargamu, skemanya serahkan pada BTM. Syaratnya satu, baik Pimpinan maupun BTM harus lebih proaktif dan terjun langsung ke tengah-tengah wargamu.

Selama ini mungkin BTM telah memiliki program tabungan kurban. Tetapi program ini masih belum optimal jangkauannya karena belum digerakkan secara bersama-sama. Maka ini menjadi momentum yang tepat untuk kembali menggulirkan program tabungan kurban, kali ini dengan dorongan PDM dan PCM.

Kalau ini bisa berjalan, maka dana yang dikelola oleh BTM juga akan meningkat secara signifikan. Dalam hitungan sederhana, kalau biaya kurban yang dipersiapkan BTM adalah sebesar 3 juta, maka setiap bulan warga cuma perlu menabung 250 ribu. Kalau ada 500 warga Muhammadiyah yang mengikuti program ini, maka setiap bulan ada dana masuk ke BTM sebesar 125 juta. Dalam satu tahun, total dana yang dihimpun mencapai 1,5 miliar.

Sebagai lembaga jasa keuangan, BTM dimungkinkan untuk memutar uang tabungan ini agar lebih produktif. Maka bukan hanya wargamu terbantu untuk ibadah kurban berkelanjutan, lebih dari, kinerja BTM juga menjadi lebih sehat.

Semakin banyak warga Muhammadiyah yang melaksanakan ibadah kurban berkelanjutan, maka otomatis dampak kemanfaatan yang mungkin tersebar juga menjadi kian meluas. Pun ibadah kurban karenanya bisa dilaksanakan scara berkelanjutan. Itulah alasan perlunya merancang ibadah kurban berkelanjutan, karena terkadang ibadah pun butuh dipersiapkan dan dikelola secara matang.

Merancang ibadah kurban berkelanjutan hanyalah contoh tentang pentingnya merencanakan, mengelola, dan mengukur sebuah aktivitas ibadah, terkhusus bagi ibadah-ibadah yang memang butuh persiapan dan keterkaitan sosial yang tinggi.

Kalau program ibadah kurban berkelanjutan dengan skema tabungan ini sukses, maka ini bisa diujicobakan untuk yang lainnya. Bahkan tak menutup kemungkinan pembiayaan ibadah haji. Wallahu a’lam. (*)

*Sekretaris PCM Pekalongan Utara, anggota DPRD Kota Pekalongan

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button