Dari Sanad Keilmuan Kiai Ahmad Dahlan, Terbukti Manhaj Aqidah Muhammadiyah Berbeda degan Wahabi
MOZAIKMU – Banyak orang, termasuk di Muhammadiyah sendiri, yang masih belum mengetahui apa dan bagaimana manhaj aqidah Muhammadiyah. Pertanyaan ini penting untuk mendapatkan jawaban yang tuntas, bukan saja untuk kepentingan penguatan paham kemuhammadiyahan, lebih dari itu juga untuk mengklarifikasi tuduhan sebagian pihak yang mengaitkan Muhammadiyah dengan Wahabi.
Berbagai pertanyaan tersebut berhasil dijawab tuntas oleh KH. Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.A., Mudir Ponpes Modern Al-Muflihun Temanggung yang juga anggota Majelis Tabligh PWM Jateng, saat menjadi pemateri tunggal Dialog Tarjih ke-2 bertajuk “Manhaj Aqidah Muhammadiyah” yang dibidani Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PDM Kota Pekalongan, Ahad 26 Oktober 2025 di Aula Gedung Dikdasmen Kota Pekalongan.
Secara resmi, jawaban atas pertanyaan ini sebetulnya telah terangkup dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Tetapi secara genealogis, bangunan pemikirannya bisa dilacak dari jejak pengembaraan keilmuan Kiai Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah.
Menurut Kiai Wahyudi, merunut jejak sanad keilmuan Kiai Ahmad Dahlan, sejak berguru ke Kiai Saleh Darat di Semarang hingga berinteraksi dan berguru di Mekah dengan Syeikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Khatib Al-Minangkabawi, Rasyid Ridho di Mesir, semuanya mengerucut pada kesimpulan manhaj yang jelas, yakni bercorak Fiqih Syafii dan serta titik temu pada manhaj ahlussunah Asy’ariyah.
“Namun dalam rumusan Tarjih Muhammadiyah, manhaj aqidah tersebut dirumuskan sebagai Ahlul Haq Wassunah, yang secara esensi banyak merujuk pada Asy’ariyah hingga tasawufnya Imam Al-Ghazali,” kata Kiai Wahyudi.
- BACA JUGA: Tak Ada Kata Lelah! Inilah Agenda Dakwah KH Ahmad Dahlan pada 1922, Setahun Sebelum Wafat
Manhaj Aqidah Muhammadiyah dan Wahabi

Melalui penelaahannya atas berbagai sumber kitab primer maupun syarah, Kiai Wahyudi juga memastikan tidak ada titik temu antara manhaj aqidah Muhammadiyah dengan pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang populer dengan wahabi. Gagasan pembaharuan Islam yang digulirkan Kiai AHmad Dahlan justru lebih banyak terpengaruh pemikiran Rasyid Ridho, murid Mohammad Abduh, yang manhaj keislamannya juga sunni dan bercorak fiqih Syafii.
“Saya baca juga kitab-kitabnya Muhammad bin Abdul Wahab, ada banyak perbedaan. Belum lagi ditinjau dari praksis gerakannya, ini semakin menegaskan perbedaan manhaj aqidah Muhammadiyah dengan wahabi,” tandasnya.
Dari hasil penelitiannya tentang jejak manhaj aqidah Muhammadiyah melalui pemikiran Kiai Ahmad Dahlan ini pula, Kiai Wahyudi menyebut ada tiga hal yang bisa dicontoh, yakni kuasai kitab turats, kuasai pemikiran Islam kontemporer, serta metode keilmuan Barat.
“Dalam perkembangan sejarah Muhamadiyah, pendirian Majelis Tarjih merupakan hal yang luar biasa, terutama dengan pendekatan ijtihad jama’i -nya, sebuah metode pengambilan hukum yang tetap relevan dan populer sampai saat ini, seperti diadaptasi oleh Bahtsul Masail NU hingga fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” jelasnya.
Lantas, kenapa putusan-putusan Tarjih ini seolah sulit untuk merembas ke bawah, terkhusus masalah manhaj aqidah Muhammadiyah, menurut Kiai Wahyudi, bisa jadi karena warga Muhammadiyah di akar rumput lebih disibukkan dengan bagaimana membangun amal usaha.
“Kalau orang Muhammadiyah ngumpul, biasanya yang dibicarakan ya mau bangun apa lagi,” ujarnya berkelakar.

Karena itu, pengembangan pesantren berbasis turats ini penting untuk terus dilakukan Muhammadiyah. Sebab pemikiran pembaharuan Kiai Dahlan sendiri berpijak pada turats.
“Kalau ada warga Muhammadiyah anti turats, jelas itu ahistoris. Dan cara paling efektif untuk menguasai turats ini tidak lain ya lewat pesantren,” tandasnya.
Dialog Tarjih yang dimoderatori Ustadz Bahrul Ulum, Lc., Mudir MBS KH. Mas Mansyur Kota Pekalongan ini berlangsung menarik. Pasalnya, meski banyak muncul istilah-istilah teknis ilmu kalam yang tidak familiar, namun yang hadir umumnya menyepakati perlunya manhaj aqidah Muhammadiyah ini disosialisasikan terus menerus ke warga Muhammadiyah di akar rumput.
Ketua MTT PDM Kota Pekalongan, Ust. Isa Anshori, S>Ag., M.Ag., mengatakan, dialog ketarjihan terutama terkait dengan manhaj aqidah Muhammadiyah ini penting dihadirkan, untuk memperdalam khazanah pemahamaan keislaman warga Muhammadiyah di Kota Pekalongan.
“Terlebih, tema-tema seperti manhaj aqidah ini selama ini kurang tersosialisasikan dengan baik ke tingkat ranting. Jadi memang perlu kerja ekstra untuk bisa memberikan pemahaman ini ke warga kita sampai di ranting-ranting,” terang Ustadz Isa.
Sementara Ketua PDM Kota Pekalongan, KH. Dr. M. Hasan Bisysri, menekankan pentingnya warga Muhammadiyah untuk membaca dan memedomani apa yang menjadi putusan Tarjih Muhammadiyah, baik terkait ibadah, akhlak, maupun manhaj aqidah Muhammadiyah itu sendiri. Penguasaan atas Himpunan Putusan Tarjih juga perlu bagi para mubaligh Muhammadiyah agar bisa memberikan penjelasan memadai terhadap berbagai pertanyaan keagamaan di akar rumput.
“Maka HPT ini memang perlu terus disosialisasikan ke ranting-ranting, ke masjid-masjid kita, supaya benar-benar bisa dipahami dan terutama diamalkan warga persyarikatan. Termasuk soal aqidah Muhammadiyah ini juga perlu disampaikan ke warga kita dengan pemahaman yang bisa mereka pahami,” pesan Kiai Hasan.
Kegiatan ini diikuti perwakilan Pleo PDM Kota Pekalongan beserta sejumlah UPP nya, guru Pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan, PCM, PRM hingga takmir masjid Muhammadiyah se Kota Pekalongan. Anggota DPRD Jateng Dapil X, Sofwan Sumadi juga ikut hadir dalam Dialog Tarjih ini. Ia juga mendapatkan kesempatan untuk sedikit mensosialisasikan Perda Provinsi Jawa Tengah. (sef)



